Sabtu, 09 Juli 2011

pendidikan budhist


PERKEMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DALAM PENDIDIKAN FORMAL DI INDONESIA
Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Individu
Mata Kuliah Dasar-dasar kependidikan

Dosen Pengampu :
Partono Nyanasuryanadi,S.pd

Disusun oleh :
SUSANTO
Nim: 1008201049





logo oke1
SEKOLAH TINGGI ILMU AGAMA BUDDHA
(STIAB) “SMARATUNGGA”
AMPEL-BOYOLALI
 2010
KATA PENGANTAR
Namo Sanghyang Adi Buddhaya
Namo Buddhaya
Penulis mengucapkan puji syukur kepada Sanghyang Adi Buddha, para Buddha, Bodhisatva, Mahasatva yang telah melimpahkan berkah dan perlindungan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perkembangan Pendidikan Agama Buddha Dalam Pendidikan Forma di indonesia” sebagai salah satu tugas kelompok dalam Mata Kuliah Dasar-dasar Pendidikan.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan  berbagai pihak. Sebagai ungkapan rasa syukur maka penulis mengucakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu memberikan petunjuk dan bimbingan serta motivasi demi terselesaikannya makalah ini. Dengan penuh rasa hormat dan ketulusan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.      Partono Nyanasuryanadi, S.Pd selaku Dosen Pengampu yang telah memberikan bimbingan dan arahannya.
2.      Ibu venty,S.Pd, M.Pd selaku dosen pengampu yang telah memberikan bimbingan dan arahannya.
3.      Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha Smaratungga.
4.      Rekan-rekan mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha Smaratungga.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja serta dalam penulisan yang jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun demi perkembangan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Saddhu…Saddhu…Saddhu
Ampel, 16 Deseber 2010





DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI    .................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
            A. Latar Belakang ................................................................................. 1   
            B. Rumusan Masalah ............................................................................ 2
            C. Tujuan............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.     Pengertian  pendidikan dan faktor pendidikan................................. 3
B.     Faktor Pendidikan..........................................................................
C.     Masalah Pendidikan........................................................................
D.    Pendidikan Di Indonesia................................................................
E.      Perkambangan Pendidikan budhist .................................................
F.      Kendala pendidikan buddhis..........................................................
BAB III PENUTUP
A.     Kesimpulan.....................................................................................
B.     Saran   ............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................      




BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Pendidikan adalah penerusan nilai, pengetahuan, kemampuan, sikap, dan tingkah laku; dalam arti luas, pendidika merupakan hidup itu sendiri (dan belajar seumur hidup), sebagai proses menyingkirkan kebodohan dan mendewasakan diri menuju kesempurnaan. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Untuk memajukan kehidupan mereka maka pendidikan menjadi sarana utama yang perlu dikelola secara sistematis dan konsisten berdasarkan berbagai pandangan teoretikal dan praktikal sepanjang waktu sesuai dengan lingkungan hidup manusia tesebut.
Pendidikan dalam agama Buddha dapat dikaitkan bersifat pragmatis menyangkut pemecahan masalah untuk mencapai tujuan hidup manusia. pendidikan budhis yang terdapat di indonesia kurang dapat berkembang dengan baik karena beberapa faktor, umat yang beragama buddha hampir selalu ‘menantang’ orang yang bergerak di bidang pendidikan untuk menyelenggarakan sekolah yang sekelas dengan sekolah yang unggulan yag dikelola oleh agama tertentu. Sehingga untuk masuk dan dapat di terima di sekolah tersebut harus membutuhkan pengorbanan baik dari sianak maupun dari orangtua sehingga jika diterima akan merasa dirinya masuk sekolah ‘elit’ yang lebih hebat dari saudara-saudaranya yang beragama Buddha apalagi sekolah negeri pada umumnya. Walaupun pengetahuan yang dimiliknya belum tentu lebih baik dari yang lain, sebaliknya kepala sekolah yang bercirikan buddha harus mencari kiat dan terobosan baru untuk mendapatkan siswa.
Apa yang salah dengan sekolah yang bercirikan buddhis sehingga mereka hanya menjadi pilihan terahir. Secara penampilan sekolah unggulan memang lebih menarik dari pada sekolah yang dimiliki oleh umat buddha. Sekolah budhis yang ada terkesan masing-masin berjalan sendiri, dan belum terlihat kerjasama yang erat. Walaupun telah ada instansi tersendiri yang mengurus kerjasama antar sekolah. Image sekolah yang belum populer menjadikan sekolah budhis kurang dikenal masyarakat, namun masih banyak kendala dalam peningkatan penyelenggaraan pendidikan budhis saat ini. Pendidikan budhis yang telah berjalan saat ini bersifat bersifat dogmatis yang membuat kurangnya perkembangan bagi peserta didik yang harus menghadapai dunia modern. Kebanyakan dari peserta didik yang beragama buddha banyak yang tidak memilih sekolah yang berciri budhis, mereka kebanyakan memilih sekolah yang telah dikenal atau populer yang dapat di banggakan bila bertemu dengan teman-teman seangkatanya.
 Perkembangan pendidikan budhis sangat di pengaruhi oleh peserta didik dan peran lembaga dan guru terkait. Pada era otonomi saat ini, lembaga penyelenggara pendidikan di beri ruang gerak untuk mengembakan kurikulum yang ada hal ini memberi kesempatan lembaga-lmbaga penyelenggara pendidikan untuk mengoptimalkan seluruh potensi untuk mewujudkan tujuan/sasaran yang ingin di capai. Agar dapat menciptakan penyelenggaraan pendidikan budhis yang benar-benar nyata dan membuat citra pendidikan budhis dikenal di mata umum. Pendidikan budhis yang merupakan bagian dari pendidikan formal memberi sumbangan dalam pendidikan khususnya bagi peserta didik yang beragama buddha.







  


B.   Rumusan Masalah
1)      Pengertian pendidikan umum
2)      Faktor dan pengahambat pendidikan
3)      Bagaimana perkembangan pendidikan budhis
4)      Apakah kendala penyelenggaraan pendidikan budhis
5)      Bagaimana sekolah yang bernuansa budhis



C.   Tujuan Penelitian
Dengan disusunnya makalah yang berjudul Perkembangan Pendidikan Agama Buddha Dalam Pendidikan formal di Indonesia   diharapkan mahasiswa dapat:
a)      Para mahasiswa mampu memahami pengertian pendidikan.
b)      Para siswa mampu mengetahui perkembangan pendidikan budhis.
c)      Para mahasiswa mampu memahami kendala pendidikan budhis.
d)      Para mahasiswa mengetahui bagaimana sekolah yang bercirikan budhis.
















BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PENDIDIKAN
a)      Pengertian pendidikan secara umum
Dalam kajian dan pemikiran tentang pemikiran pendidikan terlebih dahulu perlu diketahui 2 istilah yang hampir sama bentuknya dan sering dipergunakan dalam dunia pendidikan yaitu: pedagogi dan pedagoik. Pedagogi artiya “pendidikan sedangkan pedagoie artinya “ilmu pendidikan”. Driyarkara mengatakan bahwa : pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia ke taraf insani itulah yang disebut mendidik. Pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda (Ditjen Dikti, 1983/1984:19). Crow and crow menyebutkan pendidikan adalah proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang cocok bagi individuuntuk kehidupan sosialnya dan membantu  meneruska adat dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi (Suprapto, 1975).
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN, 2003). Kihajar dewaantara pada tahun 1930 menyebutkan pendidikan daya upaya untuk memajukan bertumbuhanya budi pekerti. Didalam GBHN tahun 1973 bahwa pendidikan adalah usaha sadar unuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah danberlangsung seumur hidup. Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan suatu kegiatan sistematis dan sistemik terarah terbentuknya kepribadian peserta didik. Karena proses pendidikan berlagsung  secara sistematis proses pendidikan berlangsung, melalui tahap-tahap bersinambungan(prosedurnya) dan sistemik. Pendidikan. Bagi kita warga negara tujuan pendidikan memuat gambarantentang nilai nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan.
B.     Faktor Pendidikan
Dalam aktivitas pendidikan terdapat enam faktor yang mendukung pendidikan yang dapat membentuk pola interaksi yang saling mempengaruhi keenam faktor tersebut adalah:
1)      Faktor tujuan
Dalam praktek pndidikan, baik dilingkungan keluarga, di sekolah maupun di masyarakat luas, banyak sekali tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pendidik agar dapat dicapai (dimiliki) oleh peserta didiknya. Menurut langeveld dalam bukunya beknopte teorische pedagogik diadanya macam-macam tujuan sebagai berikut:
a.       Tujuan umum
b.      Tujuan tak sempurna(tak lengkap)
c.       Tujuan sementara
d.      Tujuan perantara
e.       Tujuan insidental

2)      Faktor pendidik
Pendidik dibedakan menjadi kategori ialah:
a.       Pendidik menurut kodrat yaitu orangtua dan
b.      Pendidik menurut jabatan yaitu guru.

Orangtua sebagai pendidik utama karena secara kodrati anak manusia dilahirkan oleh orangtuanya (ibunya) dalam keadaan tak berdaya. Hanya dengan pertolongan dan layanan orangtua dapat hidup dan berkembang. Hubungan antara oragtua dan anaknya adalah hubungan edukatif, mengandung dua unsur dasar yaitu unsur kasih sayang pendidik terhadap anak, dan unsur kesadaran dan tanggug jawab dari pendidik untuk menuntun perkembangan anak. Pendidik kedua adalah guru, guru sebagai pendidik menurut jabatan, guru mampu memberikan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan perkembagan peserta didik.

3)      Faktor peserta didik
Peserta didik adalah subjek didik individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik, individu yang sedang berkembang, individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi, individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Dalam pendidikan tradisional pserta didik dipandang sebagai organisme yang pasif, hanya menerima informasi dari orang dewasa.

4)      Faktor isi materi/materi pendidikan
Yang merupakan isi materi adalah segala sesuatu oleh pendidik langsung diberikan kepada peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Dalam sistem pendidikan persekolahan,materi telah diramu dalam kurikulum yang akan disajikan sebagai sarana pencapaian tujuan. Materi ini meliputi materiinti maupun muata lokal.






5)      Faktor metode pendidikan
peristiwa pendidikanditandai dengan adanya interaksi edukatif. Agarinteraksi ini dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan, maka disamping dibutuhkan pemilihan bahan/materi pendidikan yang tepat perlu dipilih metodeyang tepat pula.metode adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.

6)      Faktor situasi lingkungan
Situasi lingkungan mempengaruhi proses dan hasil pendidikan. Situasi lingkungan ini melipui lingkungan fisis, lingkungan teknis dan lingkungan sosio-kultural. Dalam hal-hal dimana situasi lingkungan berpengaruh secara negatif, maka lingkungan ini membatasi pendidikan.





C.    Masalah Pendidikan
Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumberdaya manusia untuk pembangunan.derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Perkembangan zaman selalu memunculkan tantangan-tantangan baru, yang sebagaimana tidak dapat diramalakan sebelumnya.sebagai kosekuensi pendidikan selalu dihadapkan pada masalah-masalah baru masalah pokok pendidikan yaitu:
a.       Masalah pemerataan pendidikan
b.      Masalah mutu pendidikan
c.       Masalah efisiensi pendidikan
d.      Masalah relevasi pendidikan.

D.    Pendidikan Di Indonesia
Pendidikan di indonesia telah ada sejak indonesia belum merdeka pada saat zaman Hindu-Buddha berkembang. Namun pendidikan tersebut belum membawa banyak pengaruh terhadap perkembangan. Sebelu indonesia merdeka dan setelah indonesia merdeka banyak melahirkan tokoh pendidik yang berperan dalam pendidikan di Indonesia. Pendidikan nasional yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa diseleggaraka secara terpadu dan di arahkan pada penigkatan kualitas pendidikan dasar serta jumlah dan kualitas pendidikan kejuruan, sehingga memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dengan memperhatikan perkebangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan Dasar memegang peran yang sangat penting dalam penanaman nilai-nilai budi pekerti dan nilai-nilai keagamaan.  Ini terlihat dari setiap kali rumusan tujuan pendidikan nasional di Indonesia senantiasa mengacu pada tertanamnya nilai-nilai budi pekerti dan aspek-aspek rohaniah. Salah satu yang berperan penting dalam proses pendidikan dasar adalah guru agama.

E.     Pendidikan Budhis
Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dandiajarkan oleh pendidik yang seagama(sidiknas BAB V, Pasal 12), Pendidikan pada dasarnya bersifat terbuka, tidak ada yang disembunyikan (D, II, 100). Buddha menyangkal adanya otoritas segolongan masyarakat tertentu, yakni kasta brahmana, yang memonopoli kewenangan agama dan bersifat diskriminatif. Pandangan egalitarian yang melihat semua orang sederajat ini, membuat Buddha menjalani kehidupan sebagaia masyakat biasa. Membentuk suatu struktur monastic yang dinamakan Sangha, menampung murid dari berbagai golongan masyarakat. Jelas pendidikan dalam agama Buddha tidak memiliki watak feodalistik, melainkan komunalistik. Penghargaan terhadap manusia oleh tingakat prestasi, bukan karena status sosial ekonomi dan faktor primordial.sifat misioner agama buddha bersumber dari amanat Bhagava kepada enampuluh siswa-Nya yang telah menjadi arahat.”para bhikkhu pergilah mengembara demi kebaikan orang banyak, membawa kebahagiaan bagi orang banyak, atas dasar kasih sayang terhadap dunia, untuk kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaanpara dewa dan manusia”(vin. I, 21). Tujuan dalam perspektif agama Budddha tak bereda dengan tujuan pembabaran dhamma.
Pendidikan memerlukan kematangan dan suksesnya tiga faktor atau model komplementer, yaitu: model utama dari belajar literatur secara akademis atau berkaitan dengan ajaran Buddha (pariyatti, kemampuan, performansi), kemudian model praktis dari apa yang secara akademis diajarkan dan diingat dengan  berusaha dan meletakkan ajaran ke dalam praktek (paëipatti, praktek, pencapaian), dan akhirnya terampil dalam bentuk penetrasi, penguasaan, dan mewujudkan kebenaran (paëivedha) (DhA.II.31; Vin.II.285; A.I.22, 44, 69; A.III.86; A.V.127; D.III.253). Tiga sumber tersebut akan dijelaskan dalam sudut pandang: (1) Mengajarkan agar menjadi baik, peserta didik akan memahami, menyimpan, mengingat, memecahkan, membiasakan diri, mempertimbangkan dalam pikirannya dan merealisir teori (ditthiya) ajaran guru adalah menyenangkan pada awal dan akhir, (M.I.213, 216; A.IV.151). (2) Ia memeriksa dan meneliti arti dari pelajaran yang diajar dan diingat; kemudian berhubungan dengan diri sendiri dan diharapkan untuk ditumbuhnya. Kemudian melakukannya, menumbuhkan dalam aktivitas, berusaha keras; mengujinya, mencoba, dan akhirnya ia merealisir sadari dengan pancaindera menembus kebenaran secara komprehensip (M.II.173). (3) Peserta didik, setelah diajar dengan baik dan dipandu dengan baik, mengenali teks menyangkut doktrin dengan  maksud dan tujuan, menerapkan pikirannya kearah apa yang didengar ketika mendengar dan di pelajari (yathäsutaç yathäpariyattaç), melaksanakan meditasi secara  terus-menerus dan menjadi terbiasa kontemplasi dalam pikiran, menyerap beberapa obyek konsentrasi dengan baik, pemusatan pikiran dengan baik, secara penuh memusatkan pikiran dan menembusnya dengan kebijaksanaan (D.III.242).
Masalah sentral dalam pandangan Buddha adalah penderitaan ma­nusia. Penderitaan bersumber pada keinginan yang rendah (tanha). Keinginan sendiri timbul tergantung pada faktor lain yang men­da­huluinya. Dalam merumuskan rangkaian sebab musabab yang saling bergantungan (paticcasa­muppada), Buddha menempatkan di urutan pertama kebodohan (avijja). “Yang lebih buruk dari se­mua noda itu adalah kebodohan. Kebodohan merupakan noda yang paling buruk. Para Bhikkhu, singkir­kan noda ini dan jadilah orang yang tak bernoda” (Dhp. 243).
Pendidikan Buddhis mengajarkan Anda bagaimana untuk memahami dan menguasai pikiran Anda, dimana banyak orang melewatkannya. Anak-anak butuh untuk memahami diri mereka sendiri terlebih dulu dan mengetahui bagaimana untuk mengatasi emosi (fluktuasi perasaan) mereka sendiri sebelum mereka dapat memahami orang lain. Semua hal demikian harus ditanamkan ketika mereka muda sedangkan hal-hal akademis dapat dipelajari kemudian di waktu kapan saja. Pengetahuan dasar dalam pendidikan buddhisme adalah ranah etika (kemoralan), pengembangan pengetahuan dasar harus berangkat dari pengendalian diri dengan substansi kemoralan. Proses pembelajaran merupakan bagian yang esensi dari kegiatan pembelajaran yang memiliki kualifikasi terstandar. Peraturan pemeritah nomor 19 tahun 2005 bagian kelima pasal 15 standar proses meliputi (1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. (2) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. (3) Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien (PPSNP, 2005). Upaya mengaplikasikan sistem pendidikan pada ranah umum dan khususnya sistem pendidikan Buddhis dibutuhkan sistem pembelajaran Buddhis yang integrasi (integrated learning). Keintegrasian dimaksudkan agar peserta didik memiliki kemampuan mengaplikasikan iptek selaras dengan kehidupan spiritual atau agama Buddha.
F.     Kendala pendidikan buddhis
Perkembangan sarana pendidikan formal, agama Buddha masih jauh tertinggal dibandingkan dengan agama lain di Indonesia. Sebenarnya ketertinggalan pendidikan sekolah Buddhis terjadi bukan dikarenakan ketidakmampuan umat Buddha, tetapi lebih kepada belum adanya kesatuan tekad umat Buddha dalam mengembangkan dan membina pendidikan Buddhis di Indonesia. Permasalahan yang dihadapi umat buudha saat ini adalah istitusi pendidikan buddhis yaitu sekolah budhis yang sebagian besar dinilai masyarakat memiliki image yang tidak baik karena dari segi kualitas dapat dikatakan tidak bermutusebagai sarana pendidikan. Yang menjadi kurang bermutunya pendidikan buddhis adalah:
a.       Kurang menyadari arti kata pendidikan
Sangat disayangkan para pemikir buddhis cendekiawan, pengusaha buddhis para pandita,  dan sangha jarang melihat arti pentingnya pendidikan. Padahal pendidikan sekolah budhis dapat menjadi tempat berkembangnya generasi penerus budhis. Berkembangnya SDM Budhis dan menjadi tempat penenaman moral Buddhis. (mencari format pendidikan budhis abad21, jakarta, 2003.sarana aksara grafika.).

b.      Kurangnya sumber daya manusia
Dampak dari kurangnya mutu sebagian sekolah buddhis dan sedikitnya bangunan sekolah buddhis adalah secara perlahan-lahan kita kehilangan SDM yang berkualitas, karena biasanya mereka berpindah agama saat mengikuti pendidikan formal dilingkungan non budhis. Pendidik juga mepengaruhi kemajuan pendidikan agama buddha sendiri.
Dalam dinamika masyarakat yang cepat berkembang menuntut guru untuk belajar terus. Pengetahuan guru   yang sudah usang akan membawa genera penerus yang statis dimasa mendatang. Oleh karena itu diperlukan program in service training atau re education bagi guru-guru. Di samping itu guru pendidikan agama hendaknya dapat memahami materi pembelajaran secara komprehensif. Keteladanan Buddha sebagai guru yang dapat menembus semua unsur dhamma (dharmadhatu) sehingga memudahkannya dalam mengajar. Buddha mengajar ajaran selalu disesuai dengan kemampuan batin para siswa dan penyajian yang  berbeda. Dengan metode penyajian yang berbeda  dan materi yang terpilih membuat para siswa dapat memahami ajaran (pariyatti) dan mempraktekkan (pattipati) dan merasakan hasil dari pelaksanaan ajaran (pativedha).
c.       Kurangnya manajemen operasional
Banyak pengertian  manajemen seperti  dikemukakan oleh Hersey & Blanchard (1995:3) manajemen adalah proses kerja sama dengan dan melalui orang-orang dan kelom­pok untuk mencapai tujuan organisasi. Stone (1996:8) menjelaskan manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasi, pemimpinan, dan pengendalian upaya anggota dan penggunaan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dari segi manajemen operasional, kita memiliki kelemahan, ini dapatdi lihat perkembangan mutu sekolah Buddhis yang tadinya berkualitas kemudian berubah menjadi tidak berkualitas.
d.      Sekolah Buddhis Kurang Dikenal
Kurang dikenalnya sekolah budhis membuat umat buddha menyekolahkan anaknya di sekolah nonbudhis/terdekat/yang dikenalnya.


G.    Kaitan Peerkembagan Agama Buddha Dalam Materi Pendidikan Formal
1.      Mata Pelajaran fisika Dan Budhisme
Mata pelajaran fisika yang terdapat dalam pelajaran formal yang merupakan pelajaran pokok di dalam pendidikan formal ternyata hukum-hukum dalam fisika telah di ajarkan oleh Sangbuddha.hukum-hukum yang umum digunakan dalam fisika seperti hukum dasar fisika tentang kesetaraan energi dan massa. Hukum ini meyatakan bahwa massa bisa di transformasikan menjadi energi dan energi juga bisa di trasnformasikan menjadi massa berdasarkan rumus yang terkenal dari Albert einstein. Hukum kekekalan massa dan energi dalam fisika yang mengatakan bahwa massa dan energi tidak dapat di ciptakan dan tidak dapat di usnahkan juga terdapat dalam buddhisme. Didalam Avatamsaka sutra bab 14 berbunyi “segala sesuatu tidak dilahirkan/diciptakan, segala sesuatu tidak dapat dimusnahkan (sains modern dan buddhisme,irvan tanipuetra dipl. Ing,karaniya,2003).
 Buddha juga telah mengajarkan mudridnya tentang konsep relativitas ruang, tentang relativitas waktu, interdependensi yang juga dikenal di dalam fisika. Walaupun belum ada fisika pada saat itu.

2.      Mata pelajaran matematika dan budhisme
Kalau kita mempelajari sejarah matematika dan ilmu hitung, maka jelas sekali bahwa kosep ketakterhinggaan ini baru masuk kedalam matematika semenjak abad kedelapan belas, yang selanjutnya mendorong timbulnya ilmu hitung limit dan integral. Para ahli filsafat pada zaman uno nampaknya menunjukka “ketakutan” atau “keengganan”,“ketakterhinggaan”. Didalam avatamsaica sutra 30,yang berjudul “tak dapat dihitung”, isinya tedapat konsep keakterhinggaan. (sains modern dan buddhisme,irvan tanipuetra dipl. Ing,karaniya,2003).

2 komentar: