Rabu, 06 Juli 2011

MAKNA MALA (TASBIH) DALAM AGAMA BUDDHA


MAKNA MALA (TASBIH) DALAM AGAMA BUDDHA
Disusun Oleh :shan cyu

Pengertian Mala
Lebih dari dua-pertiga dari penduduk dunia menggunakan tasbih sebagai bagian dari praktek-praktek keagamaan mereka. Mala atau memiliki berbagai bentuk dan makna, tetapi tujuan dasar adalah sama: untuk membantu manusia dalam membaca dan menghitung doa tertentu atau mantra. Kristen, Islam, Budha, dan Hindu adalah agama besar yang menggunakan tasbih dalam peran ritual penting.
Manik-manik dalam bahasa Inggris berasal dari kata Anglo-Saxon diperintahkan ("untuk berdoa") dan Bede ("doa"). Penggunaan manik-manik dalam doa tampaknya berasal dengan praktek-praktek agama Hindu di India, Diperkirakan bahwa Islam diadopsi tasbih melalui kontak dengan agama Buddha dan Hindu. Doa manik-manik, dalam bentuk rosario Katolik, adalah umum di seluruh Eropa pada Abad Pertengahan.
Tasbih (Rosario) atau O’Juzu sembahyang digunakan oleh seluruh penganut Buddha dan juga agama lain. Bijian ( manik-manik) ini dinamakan Juzu atau Nenju dibahasa Jepang, sebutan Mala digunakan oleh orang Tibet dan dalam bahasa Sanskrit mereka dinamakan Japamala. Ketika Orang Romawi melihat bijian sembahyang (Japamala) ini untuk pertama kali dipakai oleh agama Hindu, mereka dengan tidak sengaja mendengar kata ‘Jap’ daripada ‘Japa’. Jap dalam bahasa Sanskrit berarti bunga mawar.
Diterjemahkan dalam bahasa Japamala Latin sebagai Rosarium dan dalam
bahasa Inggris sebagai ‘Rosary’ Juzu atau Mala juga telah menjadi inspirasi bagi para agama kristen dan islam pada masa ini.
Buddhisme di Jepang, mereka dikenal sebagai "juzu" (manik-manik menghitung) atau "nenju" (manik-manik pikir), dan kedua kata biasanya diawali dengan 'o-' yang kehormatan (seperti dalam "o-juzu
Mala dalam budaya Cina (Tionghoa: pinyin: cháozhū) Dalam budaya Cina rosario tersebut bernama zhu shu ("manik-manik menghitung"), Untuk zhu ("Buddha manik-manik"), atau zhu nian ("tasbih"). Cina pengadilan manik-manik (Cina: pinyin: cháozhū) juga berasal dari tasbih Budha.
Buddha Theravada di Burma juga menggunakan tasbih, disebut ba-di [bədí]. manik-manik tersebut biasanya terbuat dari kayu harum, dengan serangkaian string berwarna cerah pada akhir manik-manik.
Makna Mala dan Manfaat
Secara etimologis mala (माला ) berasal dari bahasa Sanskrit yang berarti karangan bunga (garland), hal ini dikarenakan mala disusun seperti karangan bunga yang dirangkai dengan menggunakan seutas tali. Arti lain dari mala adalah "karangan bunga dari atas" (garland from above) atau "karangan bunga surgawi" (heavenly garland) karena disesuaikan dengan sifat aktif dari praktek Buddhisme yakni bahan atau objek mala yang biasa digunakan sebagai alat untuk menuju pada kebajikan bagian dari pencerahan.  (http://en.wikipedia.org/wiki/Buddhist_prayer_beads).
Setiap sekte Buddha memiliki kegunaan yang berbeda untuk Mala, namun kegunaan utamanya adalah untuk menghitung jumlah doa. Ini juga sebagai symbol yang mengindentifikasikan seseorang yang mengikuti jalan Buddha. Setiap sekte Buddha memiliki gaya khusus untuk Mala. Ada yang berukuran kecil untuk pergelangan tangan dan ada pula yang besar. Biji-bijiannya ada yang terbuat dari tulang, kristal, kayu pohon Bodhi, bambu, batu koral atau beberapa bahan materi lainnya. Jumlah bijibijian pada juzu, bervariasi tetapi total jumlah yang paling umum adalah 108. Total jumlah 108 dimaksudkan mewakili ke 108 keinginan duniawi manusia.
Secara etomologis mala berasal dari bahasa Sanskrit yang berarti karngan bunga (garland),  hal ini dikarenakan mala disusun seperti karangan bunga yang di rangkai dengan menggunakan seutas tali.  Arti lain dari mala adalah “karangan bunga dari atas”(garland from above) atau “karangan bunga surgawi”(heavenly garland) karena disesuaikan sifat aktif dari praktek buddhisme yakni bahan atau objek mala yang bias di gunakan sebagai alat untuk menuju pada kebajikan bagian dari pencerahan (http://en.wikepedia.org/wiki/Buddhistprayerbeads).
Mala memiliki nilai yang sangat agung karena berfungsi untuk membantu konsentrasi pikiran  pada obyek tertentu. Awal mula interpretasi  terikat dengan fungsi yang agung dari mala dapat di jumpai pada kisah Buddha Sakyamuni sebagai berikut :  “pada waktu Sakyamuni, penemu Buddha Dharma, mengunjungi raja vaidunnya, sakyamuni menyuruh kepada sang raja untuk membuat untaian 108 biji-biji bodhi pada benang atau tali yang indah, kemudian ketika untaian biji-biji bodi tersebut melawati di antara jari-jari sang raja maka sang raja harus mengulang kata “keagungan Buddha,kagungan hukum-hukum Dharma dan keagungan sangha” sebanyak 2000 X sehari (Louis dubin, the history of bread, 1987 ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar