Sabtu, 09 Juli 2011

Agama Buddha Sebagai Semangat Hidup oleh: Y.M. Uttamo Thera *


Agama Buddha Sebagai Semangat Hidup
oleh: Y.M. Uttamo Thera *
Diri sendiri sesungguhnya adalah pelindung bagi diri sendiri, karena siapa pula yang akan menjadi pelindung bagi dirinya? Setelah dapat mengendalikan dirinya sendiri dengan baik, ia akan memperoleh perlindungan yang sungguh amat sukar dicari. (Dhammapada XII, 4)
 
PENDAHULUAN
Kehidupan yang selalu berubah serta penuh dengan perbedaan antara keadaan seseorang dengan orang yang lain, seringlah menimbulkan kejengkelan, kecemburuan dan putus asa. Sering kali kita menyesali, mengapa orang lain lebih bahagia daripada kita, padahal tingkah laku mereka tidak lebih baik daripada kita. Kita yang telah berusaha berbuat baik, penderitaan malah sering mengikuti seperti bayangan kita sendiri. Apakah ada kesalahan kita? Mengapa pula di dunia ini ada orang yang kaya-miskin, sehat-sakit-sakitan, umur panjang-umur pendek, cantik-jelek, pandai-bodoh, dan masih panjang lagi daftar ini bila semua dituliskan. Perasaan kita kadang lebih hancur bila kita mengingat penderitaan seakan lebih sering terjadi pada kita dibandingkan pada orang lain. Hal semacam ini juga terjadi dalam kehidupan kampus, rasanya kita telah lebih banyak belajar untuk persiapan ujian, kenapa orang yang lebih tidak siap menghadapi ujian sering memperoleh nilai yang hampir sama, bahkan kadang sama atau malah melebihi nilai kita. Kita kecewa. Kita kemudian bertanya dalam hati, apakah kesalahan kita? Apakah benar ini cobaan hidup? Siapakah yang mencoba? Kita terus berusaha mencari 'kambing hitam' atas kesulitan yang dialami.
Namun, sebagai seorang umat Buddha, kita tidak diajar oleh Sang Guru Agung untuk menyalahkan pihak lain atas kesulitan kita. Semua penderitaan dan masalah kehidupan pasti ada penyebabnya. Setiap orang memiliki penyebabnya masing-masing.
Oleh karena itu, sungguh tidak tepat bila dalam diri kita masih juga muncul kejengkelan, iri hati terhadap kebahagiaan orang lain, bahkan amat keliru kalau kita sampai putus asa, patah semangat hidup dalam menghadapi perubahan yang terus terjadi dalam kehidupan. Buddha Dhamma telah sempurna dibabarkan. Buddha Dhamma memberikan jalan untuk memperoleh kebahagiaan. Buddha Dhamma juga menguraikan cara untuk mempertahankan kebahagiaan yang kita alami.
 
SETIAP MAHLUK MEMILIKI KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Sang Buddha sejak hampir tiga ribu tahun yang lalu telah mengerti dan menyadari bahwa kehidupan ini memang selalu berisikan perbedaan, saling bertolak belakang. Perbedaan dalam dunia ini malah sering diibaratkan sebagai saudara kembar. Artinya, kita tidak mungkin hanya menerima satu sisi dan menolak sisi yang lainnya. Kita hanya mau menerima sisi kebahagiaan saja dan menolak sisi yang berisikan penderitaan. Tidak bisa. Tidak mungkin. Kita pasti menerima keduanya. Menerima kedua kenyataan hidup ini sering membuat pikiran kita menjadi tidak seimbang. Kadang pikiran merasa senang, tetapi tidak jarang pikiran menjadi sedih. Sungguh sulit untuk bertahan pada pikiran yang penuh kebahagiaan. Permasalahannya sekarang, adakah sistem yang dapat mempertahankan pikiran akan selalu bahagia walaupun kita harus menerima kenyataan bagaimanapun juga? Ada. Buddha Dhamma yang telah dibabarkan sempurna oleh Sang Guru Agung Buddha Gotama mampu memberikan jalan kebebasan menuju kebahagiaan sejati.
Bila diamati, kondisi bahwa segala sesuatu selalu berubah ini adalah merupakan hakekat kehidupan. Perubahan itu sendiri adalah netral, tidak menyedihkan maupun menggembirakan. Munculnya perasaan suka maupun duka dalam menghadapi perubahan itu adalah hasil pikiran kita sendiri.
Oleh karena itu, tidak mungkin kita mampu mengubah dunia. Tidak mungkin kita mengubah kenyataan. Hal yang mampu kita lakukan adalah mengubah cara berpikir kita sendiri. Siap menerima kenyataan sebagai kenyataan, bukan seperti yang kita harapkan menjadi kenyataan. Cara berpikir yang salahlah yang membuat kita menderita. Cara berpikir yang salah ini karena kita terlalu mengharapkan kenyataan dapat berubah sesuai dengan keinginan kita. Makin besar keinginan mengubah kenyataan, makin besar pula penderitaan dan kekecewaan yang akan dirasakan. Kita ingin selalu berkumpul dengan segala sesuatu yang dicinta. Sebaliknya, kita selalu berusaha menolak untuk bertemu dengan apapun yang kita benci. Kenyataannya, kita pasti akan berpisah dengan segala yang dicinta dan bertemu dengan hal-hal yang dibenci. Karena itu, kita hendaknya mengubah cara berpikir agar mampu menerima kehidupan ini sebagaimana adanya.
Dalam pergaulan dengan sesama manusia, sering muncul benturan dan ketidakselarasan. Masalah ini juga timbul karena harapan tidak selalu sesuai dengan keinginan. Untuk mengatasi masalah ini kita hendaknya mengembangkan pola pikir bahwa semua orang selalu memilki kelebihan dan kekurangan. Kita memiliki kekurangan, tetapi juga pasti ada kelebihannya; sebaliknya orang lain di samping kelebihannya, dia pasti mempunyai kekurangan pula. Kita semua sama. Punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ada orang yang memiliki kelebihan di bidang penampilan fisik tetapi mungkin memiliki kekurangan dalam bidang kecerdasan. Orang lain yang memiliki kekurangan dalam kecerdasan, mungkin ia adalah orang yang sukses dalam berniaga. Serta masih banyak contoh lainnya. Dengan memiliki cara berpikir seperti ini membuat kita dapat lebih menerima perbedaan-perbedaan itu. Dalam kehidupan ini, sesungguhnya orang hanya saling memperhatikan antara satu dengan yang lainnya. Apabila ia melihat orang lain memiliki sesuatu yang ia sendiri belum memiliki maka ia katakan orang itu berbahagia. Kenyataannya, kebahagiaan relatif sifatnya. Kebahagiaan adalah urusan pribadi, tidak dapat diukur oleh orang lain.

KAMMA BURUK DILAWAN KAMMA BAIK
Apabila kita sudah mengerti adanya kekurangan dan kelebihan pada setiap mahluk, maka kita hendaknya mulai merenungkan penyebab perbedaan ini muncul. Perbedaan ini muncul karena adanya Hukum Karma/Kamma atau hukum perbuatan. Dalam Samyutta Nikaya telah disebutkan bahwa sesuai dengan benih yang ditanam demikian pula buah yang akan dipetik, pembuat kebajkan akan memperoleh kebahagiaan, sebaliknya pembuat kejahatan akan mendapatkan penderitaan. Jadi, orang yang memiliki penampilan menarik adalah karena buah kebajikannya dari kehidupan lampaunya, sedangkan bila dia tidak pandai di kampus adalah bagian dari buah kamma buruknya di masa lampau pula.
Membahas masa lampau memang sulit. Dibahaspun tidak akan menyelesaikan masalah, malah mungkin menimbulkan masalah baru. Debat kusir. Oleh karena itu, sekarang yang paling penting adalah bagaimana menyelesaikan masalah atau kesulitan yang timbul dalam kehidupan kita, tanpa harus mencari 'kambing hitam'.
Karena kesulitan dan permasalahan adalah bagian dari buah kamma buruk kita, maka untuk mengatasinya, kita dapat menambah kamma baik. Penambahan kamma baik dapat dilakukan melalui perbuatan badan, ucapan dan juga pikiran. Semakin banyak kamma baik kita lakukan, semakin besar kondisi hidup kita untuk mencapai kebahagiaan. Ibarat pada segelas air dimasukkan satu sendok garam, lalu diaduk, terasa sangat asin. Untuk mengurangi rasa asin itu, kita dapat menambah air sedikit demi sedikit. Apabila air sudah sebanyak lima atau sepuluh gelas maka satu sendok garam yang ada di dalam air itu sudah tidak terasa lagi asinnya. Demikian pula dengan hukum perbuatan, garam diibaratkan sebagai perbuatan buruk kita; air adalah perbuatan baik kita. Jika seseorang mengalami kesulitan hidup, hal ini disebabkan karena jumlah garam atau kamma buruknya cukup banyak sehingga ia harus terus menambah air kebajikan sekaligus menghentikan kejahatannya. Sebaliknya, orang yang telah berbahagia dalam kehidupan ini diibaratkan seperti orang yang memiliki air dalam jumlah banyak dengan sedikit garam. Asinnya hampir tidak terasa. Meskipun demikian, hendaknya ia tidak dengan seenaknya saja menyia-nyiakan kebahagiaan dan kesempatan dalam hidupnya dengan melakukan kamma buruk, atau digambarkan seperti menambah jumlah garam ke dalam air. Sebab, meskipun memiliki air kebajikan dalam jumlah yang banyak, apabila terus ditambah dengan garam kejahatan, lambat laun perbandingannya pun semakin kecil dan buah kejahatan akan menimbulkan penderitaan padanya.

CARA MENCAPAI KEBAHAGIAAN
Dalam Agama Buddha, terdapat tiga perbuatan baik yang dapat digunakan untuk memperbaiki tingkat kehidupan kita. Ketiga perbuatan itu adalah kerelaan (dana), kemoralan (sila) dan konsentrasi (samadhi). Ketiga jalan Ajaran Sang Buddha ini jika dilaksanakan terus dalam kehidupan akan membuat hidup kita lebih baik dan bahagia di dunia ini. Bahkan, di kehidupan yang akan datang pun dapat terlahir di salah satu dari dua puluh enam alam surga.
Kerelaan (dana) adalah awal kebajikan. Kerelaan dapat berupa materi dan juga bukan materi. Pokok pemikiran latihan kerelaan ini adalah agar orang dapat memilki pola pikir: Semoga semua mahluk berbahagia. Sebab, dengan pemikiran awal ini saja, kebencian, iri hati maupun kecemburuan akibat perbedaan dalam kehidupan akan dapat dilenyapkan. Kita bahkan ikut berbahagia atas kebahagiaan mahluk lain. Kita bersimpati dengan kebahagiaan orang lain. Kita menjadi orang yang mempunyai tingkat toleransi yang tinggi terhadap lingkungan. Dengan latihan kerelaan, kita berusaha menurunkan tingkat keinginan kita - bila memang tidak mampu mencapainya - agar sesuai dengan kenyataan yang sedang kita hadapi. Apabila kita bertemu dengan orang yang menjengkelkan, kita bisa menghindarinya sambil merenungkan, mungkin memang tingkah semacam itulah yang membuatnya bahagia.
Kemoralan berintikan kedisiplinan. Latihan ini diawali dengan pelaksanaan Pancasila Buddhis. Isi Pancasila Buddhis adalah latihan pengendalian diri untuk tidak melakukan pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, berbohong dan mabuk-mabukan. Inti latihan ini adalah agar kita dapat meningkatkan kualitas diri kita. Meningkatkan disiplin diri. Menumbuhkembangkan disiplin diri diperlukan agar kita mampu mencapai harapan kita. Jadi apabila kedermawanan ditujukan untuk menurunkan harapan, disiplin diri ditujukan untuk meningkatkan sistem kerja agar tercapai target yang diharapkan.
Peningkatan sistem kerja ini dengan merenungkan dua hal yang telah diajarkan dalam Dhamma (Anguttara Nikaya II, 16). Pertama, menganalisa kelebihan dan kekurangannya sendiri. Faktor kelebihan hendaknya kita kembangkan terus sehingga kebahagiaan akan semakin sering dirasakan. Sebaliknya, unsur kekurangan, hendaknya kita hindari agar penderitaan tidak lagi datang pada diri kita. Kedua, menganalisa kelebihan dan kekurangan orang lain. Apabila kita dapat menemukan kekurangan orang, segera hindarilah sikap buruk semacam itu karena kita memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukannya. Sedangkan apabila kita melihat kelebihannya, segera tirulah agar kita juga memperoleh keberhasilan yang sama. Dengan demikian, bila kita melihat keberhasilan orang lain, tidak akan muncul rasa iri hati, justru kita akan bersemangat untuk meneladaninya. Kalau orang lain mampu melakukan, kita pun harus berusaha untuk melakukannya pula.
Konsentrasi atau latihan meditasi ditujukan untuk mencapai ketenangan pikiran. Meditasi tidak akan menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Meditasi adalah sarana untuk menenangkan pikiran agar dapat menyelesaikan masalah. Dengan memiliki ketenangan pikiran, kita dapat menentukan kapankah kita harus menurunkan harapan kita; atau kapankah kita harus meningkatkan sistem kerja kita. Ataukah, kapan saatnya untuk melakukan keduanya sekaligus, menurunkan harapan dan meningkatkan kinerja. Pemilihan ini membutuhkan ketenangan dan keseimbangan batin. Dengan memiliki kemampuan memberikan pilihan yang tepat, kita akan dapat meningkatkan kebahagiaan dalam hidup.

KESIMPULAN
  1. Semua mahluk memang selalu memiliki kelebihan dan kekurangan.
  2. Perbedaan yang ada pada mahluk hidup adalah karena setiap mahluk memiliki kammanya sendiri-sendiri.
  3. Kita dapat memperbaiki kehidupan kita dengan melaksanakan kerelaan, kemoralan dan samadhi setiap hari.
  4. Kerelaan digunakan untuk menyesuaikan harapan kita agar sama dengan kenyataan. Dapat menerima kenyataan.
  5. Kemoralan ditujukan agar kita dapat memperbaiki kualitas diri dan sistem kerja kita agar harapan dapat tercapai.
  6. Samadhi dimanfaatkan untuk menentukan apakah keinginan ataukah sistem kerja yang harus kita perbaiki. Atau menentukan tindakan yang tepat untuk menghadapi masalah.

RENUNGAN
Segala suka dan duka sesungguhnya adalah karena buah perbuatan kita sendiri. Karena itu bila kita sedang berbahagia tambahlah terus kebajikan agar dapat terus mempertahankan kebahagiaan yang sedang kita rasakan. Bila sedang mengalami penderitaan, maka jangan bosan-bosan untuk menambah kebajikan pula agar kamma buruk yang kita alami segera berlalu.


Jan 22, '10 1:17 PM
for everyone




Kehidupan yang selalu berubah serta penuh dengan perbedaan antara seseorang dengan orang lain, memungkinkan menimbulkan kecemburuan dan putus asa. Apalagi di jaman yang serba wah ini bisa jadi  banyak kejadian- kejadian yang seolah bersamaan dengan kemalangan dan kemujuran seseorang. Ada keuntungan-keuntungan tertentu di balik terjadinya kasus, namun disisi lain ada pihak-pihak yang sangat dirugikan.
Akhirnya timbulah perbedaan yang menyolok dalam masyarakat, yaitu kelompok yang menderita, dan kelompok teruntungkan. Dari sudut pandangan kelompok yang menderita timbul suatu penyesalan, putus asa, kenapa orang lain bahagia, pada hal, mereka tingkah lakunya tidak lebih baik dari orang-orang yang menderita. Mereka telah berusaha berbuat baik, penderitaan malah selalu mengikutinya. Mungkin juga perasaan bisa menjadi lebih hancur bila merasakan penderitaan lebih sering terjadi, jika di bandingkan dengan orang lain. Sang Buddha mengajarkan bahwa, semua penderitaan dan masalah kehidupan pasti ada penyebabnya, karena itu sungguh tidak tepat bila dalam diri kita muncul kejengkelan, irihati, apalagi putus asa, patah semangat dalam dalam menghadapi perubahan yang terus terjadi dalam kehidupan kita. Lebih lanjut di jelaskan dalam Dhammapada XII.4
“ Diri sendiri sesungguhnya adalah pelindung bagi diri sendiri, karena siapapula yang akan menjadi pelindung bagi dirinya? Setelah dapat mengendalikan dirinya sendiri dengan baik, ia akan memperoleh perlindungan yang sungguh amat sukar dicari”

Sang Buddha menjelaskan bahwa, kehidupan ini memang selalu berisikan perbedaan, ibarat saudara kembar, kita tidak bisa hanya menerima satu sisi, dan menolak sisi yang lainnya.Menolak sisi penderitaan dan menerima sisi kebahagian saja. Pasti kita menerima keduanya. Mengalami dua kenyataan hidup yang silih berganti, yang kadang membuat pikiran menjadi tidak seimbang.Kadang pikirang merasa senang dan kadang menjadi sungguh sangat menderita. Sebenarnya perubahan itu sendiri netral, tidak menyedihkan ataupun menggembirakan. Perasaan suka maupun dukkha dalam menghadapi setiap perubahan, adalah hasil pikiran kita sendiri. Kita tidak mungkin mampu merubah kenyataan, ataupun mungkin merubah batu-bata menjadi emas mulia. Hal yang mungkin dapat kita lakukan adalah mengubah cara berpiki, siap menerima kenyataan sebagai kenyataan, dan bukan yang kita harapkan menjadi kenyataan. Cara berpikir yang tidak benar, terlalu mengharapkan kenyataan sesuai dengan keinginnan kita, makin besar keinginan kita untuk mengubah kenyataan makin besar pula penderitaan penderitaan dan kekecewaan yang kita alami.
Di dalam pergaulan, mungkin sering kita berbenturan dan tidak selaran dengan teman, masalah inipun bisa terjadi karena harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Hendaknya kita mengembangkan pola piker bahwa semua orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Dengan memiliki cara berpikir seperti ini kita akan lebih bisa menerima perbedaan-perbedaan. Sungguh sulit untuk mempertahankan kondisi pikiran agar selalu dan tetap bahagia. Kebahagiaan memiliki sifat yang relatif dan merupakan urusan pribadi, tidak dapat diukur oleh orang lain.
Penyebab perbedaan adalah karena karma. Karma inilah yang menimbulkan perbedaan antara orang yang satu dengan orang yang lainnya.
Buddha Dharma yang telah sempurna di babarkan oleh Sang Guru Agung Buddha Gotama mampu memberikan jalan kebebasan menuju kebahagiaan sejati. Dalam Buddha Dharma terdapat tiga perbuatan baik yang dapat digunakan untuk memperbaiki tingkat kehidupan  yaitu:
Yang pertama Kerelaan (dana):      adalah awal sebuah kebajikan. Pada awalnya dilatih dengan materi, mislnya mlepaskan baranga-barang yang berharga untuk kepentingan orang lain, atau empat kebutuhan pokok para Bhikkhu, setelah terbiasa dengan hal-hal yang demikian maka ditingkatkan dengan kerelaan non materi. Misalnya: memperhatikan kesulitan orang lain, memafkan orang lain, mengakui segala kelebihan dan kekeurangan orang lain. Dengan kerelaan ini akan selalu berharap semua makhluk selalu berbahagia. Dengan pemikiran awal sedemikian ini akan akan mengikis kebencian, irihati akibat perbedaan dalam kehidupan. Tingkat keinginan kita dapat kita turunkan, dan kita menjadi orang yang memiliki tingkat toleransi tinggi terhadap semua perbedaan.
Yang kedua Kemoralan (Sila):        berintikan kedisiplinan, yang diawali dengan lima latihan sila, aga kita dapat meningkatkan kwalitas diri. Menumbuh kembangkan disiplin diperlukan agar kita mampu mencapai harapan kita. Dalam angutara nikaya II.16 dijelaskan pertama menganalisa kelebihan dan kekurangan diri sendiri, Faktor kelebihan kita kembangkan terus menerus sehingga kebahagiaan akan terasa selalu kita nikmati, sebaliknya unsure kekurangan kita hindari agar penderitaan tidak lagi datang. Kedua menganalisa kelebihan dan kekurangan orang lain, apabila kita menemukan sifat kebeurukan orang lain kita hindarkan, karena kemungkinan kita bisa melakukan hal yang sama dengan orang tersebut, sedangkan bila kita menemukan kelebihan orang lain, kita ikuti langkah-langkahnya agar kita memperoleh keberhasilan yang sama dengan orang tersebut.dengan demikian apabila kita melihat keberhasilan orang lain tidak timbul rsa irihati, justru kita akan bersemangat untuk meneladani. Kalau orang lain mampu, kitapun akan mampu melakukannya.

Yang ketiga Konsentrasi (Samãdhi): ditujukan untuk mencapai ketengan pikiran. Latihan medetasi dengaan menggunakan pernapasan sebagai sarana. Medetasi bukan mengatur ataur menghentikan pernapasan, tetapi merasakan pernapasan. Medetasi memang tidak akan meneyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Medetasi hanyalah sarana untuk menenangkan pikiran agar dapat lebih mudah meneyeselesaikan masalah. Dengan memiliki ketenangan pikiran orang dapat mengatur pikirannya. Sehingga dapat menghindarkan penderitaan dan meningkatkan kebahagiaan hidup.
Dari uraian didepan, Dengan demikian kita pahami bahwa, semua makhluk memiliki kelebihan dan kekurangan, perbedaan yang ada setiap maklhuk karena karmanya masing-masing,kita dapat memperbaiki dan meningkatkan kwalitas kehidupan dengan melaksanakan Dana, sila dan Samãdhi, “Segala suka dan dukkh sesungguhnya adalah buah perbuatan kita sendiri, karena itu apabila kita bahagia marilah kita tambah kebajikan kita agar dapat terus mempertahankan kebahagiaan yang sedang kita rasakan. Bila sedang mengalami penderitaan, janganlah bosan menambah kebajikan agar karma buruk yang kita alami segera berlalu.Denpasar 19 Agustus 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar